Pendahuluan
1. Saya terkejut,
tatkala Pak Hadi menyerahkan tema dan subtema kebaktian padang ini disela-sela
studi banding ke GKI Kayu Putih. Tema nya adalah "alangkah indahnya
apabila kita hidup rukun (Mzm 133:1)", dan sub tema "terciptanya
hidup rukun menuju kemandirian teologia, daya, dan dana. Tema yang menarik
dengan sub thema yang maha luas!!! yang akan disampaikan pada jemaat (kaum
awam) sebagai pendengar. Saya mencoba meraba apa kira-kira tujuan yang ingin dicapai
oleh GKPI Pondok Ranggon dengan sub thema ini. Tidak mungkin mereka hanya
menempelkan sub thema agar kelihatan hebat toh? Lama saya menggumulinya dan mereka-reka bahwa dasar dan tujuan dari
kebaktian padang ini adalah kerinduan GKPI Pondok Ranggon untuk hidup mandiri.
Hidup mandiri sebagai gereja yang berlandaskan kehidupan yang rukun, bukan
ribut tentunya. Dugaan saya itu dibenarkan oleh Pak Hadi hari Rabu yang lalu
saat kami bertelepon ria! Sebuah kerinduan yang pada sidang raya DGI (saat ini
PGI) ke X sudah didengungkan, dan sekaligus menjadi salah satu kerinduan GKPI
secara keseluruhan sejak gereja ini berdiri. Kerinduan yang sudah lama tetapi
masih terus dirindukan.
2.
Jika
perhatikan, ada dua kata yang menjadi penting dan memiliki hubungan sebab akibat
(kausalitas) dalam tema dan sub tema ini, yakni rukun-mandiri. Itulah sebabnya,
judul tulisan singkat ini diberi judul gereja
yang rukun dan mandiri. Kerukunan dan bukan keributan menjadi asas
kemandirian. Sesungguhnya rukun dan ribut adalah hal yang normal. Ada kalanya
sebuah keluarga, gereja ribut dan rukun kembali, rukun dan kemudian ribut.
Andar Ismail dalam kata pengantar bukunya Selamat
Ribut Rukun pernah menuliskan kisah sbb:
"Papa
dan Mama mau bercerai! Kamu pilih, mau ikut Papa atau ikut Mama?, bentak si
ayah. Anak pertama terseduh-sedu memeluk ibunya dan menjawab, "ikut
Mama." Anak kedua menangis, "saya juga ikut Mama." Si ayah
terdiam lalu tersipu-sipu, berkata, "kalau begitu...Papa juga ikut Mama
saja!" tetapi kita pindah dari rumah kakek ini, kita mandiri saja!!!!
Ribut
menjadi rukun lagi. Ribut adalah normal tetapi ribut tidak rukun lagi, itu
tidak normal. Oleh karena itu hidup rukun adalah sebuah proses menjadi dan
sebuah usaha untuk menjaga serta menikmati hasil-hasilnya. Itulah pokok bahasan
kita.
Apa itu kerukunan dan kemandirian?
3.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia mendefinisikan kata rukun sebagai, baik dan damai; tidak
bertengkar; bersatu hati; bersepakat (KBBI s.v rukun). Sementara dalam bahasa
Ibrani -sebagaimana dipakai dalam Mazmur 133 - kata rukun (yashab) berarti tinggal/duduk bersama dalam kesatuan (Bible tools
website 2014). Dengan kata lain, rukun tidak terbatas atau sama dengan homogen
dalam pendapat, suku, pekerjaan, wajah, selera, dll. Rukun justru terjadi dalam
keberagaman dan be rsifat dinamis. Rukun dengan demikian adalah kepelbedaan
dalam kesatuan yang harmonis dan dinamis. Berbeda tetapi satu hati, bersepakat,
dan dapat duduk bersama dengan damai. Untuk mencapai kerukunan diperlukan
beberapa faktor yakni, kasih, menghargai kepelbedaan, mau bekerjasama (mau
melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya) dan saling melengkapi, mencintai
harmoni dan keutuhan. Sementara itu hal-hal yang perlu dihindari adalah
kesombongan, keegoisan, individualistis, dan merasa lebih hebat. Rukun adalah
hasil dari sebuah proses yang panjang.
4.
Mandiri
adalah keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain.
Kemandirian dengan demikian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung pada orang lain (KBBI s.v mandiri). Dalam kehidupan menggereja,
mandiri bukan berarti berdiri saja, melainkan proses pertumbuhan menuju "kedewasaan
penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Ef. 4:13),
yang sadar dan berkeyakinan serta kemauan untuk menjadi satu gereja. Proses
pertumbuhan ini dicapai dengan upaya bersama yang terus-menerus mengembangkan
semua kemampuan/potensi dan pemberian Tuhan secara bebas dan bertanggungjawab bagi
persekutuan, pelayanan, dan kesaksian (PGI 1994, 85). Kemandirian gereja juga
berkaitan pengenalan diri dalam status sebagai gereja, dan penghayatan peran
dalam pemberitaan, kesaksian, dan pelayanan berdasarkan firman Allah dan iman.
Dengan kata lain, kemandirian sebagai unsur kedewasaan dalam gereja adalah
suatu pertumbuhan kedewasaan dalam melihat, mengenal serta menghayati hakikat,
kedudukan, status, dan peranan diri sendiri sebagai gereja Tuhan di mana Kristus
menjadi kepala, dan segala gerak hidupnya menyinarkan kebenaran dalam kasih (Hutagalung
2012, 186).
5.
Dalam
sejarah gereja, ada 3 slogan mandiri yang terkenal yakni self propagation (pengaturan sendiri dalam bidang pemeberitaan
injil); self-goverment (mengurus dan
mengatur organisasi sendiri); self-support
(keuangan diatur dan ditanggung sendiri). Ketiganya menjadi syarat dan
tuntutan untuk bisa menjadi gereja yang berdiri sendiri. Gereja yang mandiri
selalu berprinsip saling menerima dan mengakui (Hutagalung 2012, 187)
Rukun dengan dan bersama siapa? Serta dampak
kerukunan
6.
Sudah
dikatakan di atas bahwa rukun tidak terbatas pada hal-hal yang homogen, meski
rukun juga bisa dicapai dalam hal yang homogen. Kita dapat menemukan rukun-tani
yakni persatuan kaum tani, di sisi lain kita juga mengenal rukun tetangga,
rukun warga dll., yang anggotanya heterogen. Dengan kata lain, kerukunan dapat
dicapai bersama dengan teman seprofesi, tetangga, dan warga dalam suatu daerah.
Kerukunan dalam konteks Mazmur 133:1, jelas bahwa yang diharapkan hidup rukun
adalah ”saudara-saudara" yaitu pertama-tama kerukunan antar warga gereja,
kemudian kerukunan dengan warga non gereja.
7.
Persaudaraan,
komunitas yang rukun itu dihargai dan diberi label "amat baik dan amat
indah" oleh pemazmur. Label indah dalam Mazmur ini juga bermakna
menyenangkan, mengasikkan, suka dipandang, dan dirindukan banyak orang. Sama
seperti pemandangan alam yang indah senantiasa diminati dan dikunjungi oleh
wisatawan, persaudaraan yang rukun, baik dan indah tentu diharapkan semua
pihak. Dari kedua label itu, kita melihat bahwa persaudaraan yang rukun
berdampak pada persaudaraan/relasi yang baik dan persaudaraan yang indah.
8.
Persaudaraan
yang baik adalah
persaudaraan atau persekutuan yang mempunyai kualitas yang baik, satu hati,
satu jiwa dan satu kepentingan. Persaudaraan di mana satu dengan yang lain
saling memahami, mengasihi, bisa saling melengkapi, bisa menjadi berkat bukan
batu sandungan, keberadaan kita bisa dirasakan oleh orang yang di luar
persekutuan kita. Dan hal ini harus dimulai dari diri sendiri.
9.
Persaudaran
yang indah adalah
persaudaraan yang tidak hanya terlihat baik-baik saja tetapi juga dapat
dirasakan oleh orang lain dan lingkungan, bukan hanya disaat senang tetapi
disaat susah dan orang lain membutuhkan bantuan, keberadaan seseorang bisa
hadir sebagai pembawa berkat dan damai. Persekutuan yang indah akan membuat
orang-orang di dalamnya bertahan dan merindukan persekutuan, karena merasa
aman, nyaman, dan tentram.
10. Persaudaraan yang baik dan Indah (rukun) ini
dalam PB termuat dalam gambaran Paulus tentang jemaat yang digambarkannya
bagaikan tubuh. Dalam kepelbagaian saling menopang, melengkapi, tanpa harus
saling cemburu dan menganggap diri lebih penting, melainkan menerima perbedaan
dan melakukan tugas masing-masing sesuai dengan karunia yang mereka miliki.
Setiap anggota tubuh bertanggungjawab pada tugasnya dan terlibat dalam gerak
kehidupan tubuh. Perbedaan bukanlah kekurangan, perbedaan bukanlah suatu
kesalahan. Berani berbeda, berani hidup rukun (bnd. Rom 12:4-5; 1 kor 12:1-13).
11.
Dampak
Positif dari kerukunan yang berlabel baik dan indah itu digambarkan sangat
gamblang dalam Mzm 133: 2-3. Pertama, seperti minyak yang meleleh ke janggut. Dalam tradisi Perjanjian Lama,
minyak dipakai untuk sesuatu yang bernilai sakral, kudus, misalnya mengurapi
imam. Selain itu, minyak juga melambangkan kesukaan dan kasih setia. Artinya,
kerukunan dan persatuan menjaga kekudusan jemaat dan kesukaan mengalir rata ke
semua pihak dan dilakukan dengan asas kasih yang kudus, murni. Kedua, seperti embun yang melambangkan penyegaran
kehidupan, menenangkan hati. Berkat dan kehidupan sebagai dampak positif
kerukunan akan terpancar dan dialami oleh mereka yang hidup dalam kerukunan.
Dengan kata lain, dalam kerukunan manusia dapat berkat yang berkelimpahan dan
karunia yang beragam yang dapat dirasakan oleh semua orang, sebab Allah maha
pemurah. Hal-hal yang bertolakbelakang dengan kerukunan seperti kejahatan,
tipu-muslihat, kemunafikan, kedengkian dan fitnah (1Pet.2;1) tidak akan
menerima berkat dan kerukunan itu. Kerukunan yang juga berarti kesehatian,
sepakat, sangat dasyat dampaknya. Jumlah orang bukanlah hal utama dan kerukunan
tetapi kuasa kerukunan tersebut. Dalam Injil, tentang dua orang yang sepakat, Yesus
berkata:
“Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua
orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka
itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau
tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
(Matius 18:19-20)
12. Kesehatian dan kemauan untuk bersatu (rukun)
adalah inti utama untuk dewasa dan mengubah dunia. Jonatan dan hambanya membuat
tentara Filistin ketakutan, Wright bersaudara bersatu menciptakan pesawat, tim
sepak bola yang juara adalah tim yang paling baik memadukan perbedaan menjadi
harmoni yang dasyat, jemaat yang kuat dan dewasa adalah jika semua anggotanya
bersatu, bekerja bersama seperti kata pepatah; datang bersama, berbagi bersama,
bekerja bersama, dan sukses bersama.
13. Kerukunan menjadi pondasi/basis kemandirian. kerukunan
dalam artian kesatuan, kesehatian, sepakat, menghargai perbedaan, dan bekerja
bersama-sama seturut karunia/talenta dan apa yang ada pada setiap anggota
menjadi pondasi penting bagi sebuah jemaat untuk mandiri. Sebab bagaimana mau
mandiri jika tidak sehati? bagaimana mandiri jika gontok-gontokan dan
mementingkan diri sendiri? sebaliknya ketidakrukunan menghasilkan perpecahan.
Seperti pepatah Jawa yang mengatakan Rukun
agawe santosa, crah agawe bubrah:Kerukunan membuat menjadi kokoh,
bertengkar menjadikan kehancuran/rusak[1]. Sebagai contoh, ada banyak gereja yang besar
yang tidak mandiri /"dewasa"
karena anggotanya tidak rukun, bertengkar, dll. Di GKPI juga ada!! Oleh karena
itu, GKPI pondok Ranggon ini sudah menyadari (dan menghidupi?) betapa
pentingnya kerukunan bagi kemandirian gereja ini dalam menjalankan gerak pelayanannya,
maka tema dan sub tema kegiatan hari ini dibuat sedemikian rupa. Tetapi pertanyaanya
kemandirian Apa?
Kemandirian teologi, daya, dan dana
14. Kemandirian teologi, daya, dan dana!!!
Mungkin kita akan berkata, kemandirian teologi biarlah pendeta yang mengurusnya
di sinode, kemandirian daya apa artinya ya? dan kemadirian dana biarlah BPHJ
yang mengurusnya. Saya, dan anggota jemaat yang lain tidak perlu ikut, nanti
malah jadi kacau! Pemikiran yang demikian tentu keliru. Untuk kemandirian
gereja maka semua anggota jemaat yang adalah gereja itu sendiri harus terlibat,
bersatu, sehati (rukun). Ketiga unsur ini tidak perlu dipisah dan diberi
takaran tertentu, sebab ketiganya satu mata rantai yang saling mendukung. Kemandirian
teologi tidak dapat dipisah kemandirian daya, sementara kemandirian daya
menopang kemandirian dana. Kemandirian daya menjadi pusat strategis, sebab
tanpa kemandirian daya, dua kemandirian yang lain tidak akan tercipta. Dalam
tulisan ini, tentu kita tidak akan menjabarkan sejarah dan pemahaman ketiganya
secara mendalam, tetapi akan lebih pada pemahaman sederhana dan praktis saja.
15. Kemandirian teologi dalam taraf yang paling
sederhana adalah kesanggupan untuk merefleksikan iman atas ajaran gereja
berdasarkan firman Tuhan secara positif, kreatif, kritis dan membangun atas
tantangan kehidupan manusia di tempat di mana kita berada. Dengan demikian,
warga gereja, baik anggota maupun para pelayan terdidik dan mampu memberikan
keterangan dan kesaksian tentang apa yang ia yakini berdasarkan kehendak Tuhan
melalui firmann-Nya, baik dalam kehidupan priabdi, keluarga, masyarakat, gereja
maupun negara (Hutagalung 2012, 190-191). Hal ini dapat dicapai melalui
pembinaan dan pengalaman hidup seluruh warga jemaat. Bagaimana dengan warga jemaat GKPI Pondok Ranggon?
16. Kemandirian daya. Daya adalah kekuatan,
kekayaan, potensi dll. Sumber daya dalam gereja pada umumnya adalah seluruh
warga jemaat, bukan hanya pelayan tahbisan atau para cendikiawan. Dengan demikian,
kemandirian daya adalah usaha untuk mengembangkan daya (kekuatan) jemaat melalui
terwujudnya peran-terpadu dan jaringan-jaringan yang nyata dalam penggunaan
tenaga kaum awam dan para teolognya. Dengan sinkat kemadirian daya merupakan
kedewasaan warga jemaat. Kemandirian daya ini mencakup juga motivasi, kehadiran/keterlibatan,
dan keterampilannya. Tujuan kemandirian daya adalah supaya setiap pelayan,
warga gereja semua usia, pria dan wanita mendapat perlengkapan dalam
menjalankan tugas pemberitaan injil, kesaksian berdasarkan iman, dan pelayanan
berdasarkan kasih dan keadilan Kristus. Dengan demikian yang paling utama
adalah semua berpartisipasi menurut talenta yang diberikan Tuhan secara
menyeluruh dalam penatalayanan. Inilah yang sering kita sebut dengan
"imamat Am orang percaya".
17. GKPI dalam Pokok-Pokok Iman pemahamannya,
memaknai "imamat Am orang percaya sebagai " persembahan diri warga
jemaat, material, moral, atau spiritual demi pembangunan jemaat. Hal ini,
dilakukan sesuai dengan karunia masing-masing, dan tidak bergantung pada
STATUS, KEDUDUKAN SOSIAL ATAU ATRIBUT
LAINYA (PASAL 4-5). Jabatan gerejawi dilihat seabgai fungsi pelayanan demi
pengaturan dan pembagian tugas pelayanan (psl 7-9). Mencirikan partisipasi
seluruh warga yang penuh gairah dalam ebrbagai derap pelayanan dan kesaksian
gereja. Untuk itu diperlukan pembinaan berkelanjutan disemua usia (GKPI 1993,
25-27). Dengan kemandirian daya ini, tidak ada lagi ditemukan kekurangan tenaga
pelayan, sebab semua terlibat dan tersedia.
Bagaimana dengan GKPI Pondok Ranggon?
18. Dalam studi banding ke GKI kayu putih,
kemandirian daya menjadi salah satu yang paling mengesankan dari gereja
tersebut. Pemberdayaan dan kemauan warga jemaat untuk turut serta dalam
pelayanan sangat besar. Data menunjukkan dari 3600an warga jemaat, 683 orang
ikut terlibat dalam pelayanan. 100 orang sekolah minggu, penerima tamu (usher)
105 orang, pengurus PP/remaja 35 orang. Semua ini hanya bisa tercapai dengan
pembinaan mulai sejak dini untuk mengenal gereja dan nilai-nilai di dalamnya,
serta mengenal Tuhan dan pelayanan bersama-Nya. Bagaimana dengan GKPI Pondok Ranggon?
19. Kemandirian dana. Kemandirian dana adalah
kemampuan untuk membiayai gerak hidup gereja (pelayanan dan misi) tanpa
bergantung pada pihak lain. Kemandirian dana ini berkaitan erat dengan
kemandirian daya, sebab jika semua daya yang ada dalam jemaat dikerahkan maka
dana operasional dapat dipenuhi. Selain itu peningkatan taraf hidup warga
jemaat (daya) adalah salah stu jalan menuju kemandirian dana. Dengan kata lain
kemandirian daya berbanding lurus dengan kemandirian dana. Bagaimana dengan GKPI Pondok Ranggon?
Penutup
20. Pada akhirnya, hidup rukun demi kemadirian bukanlah
hal yang mudah meski diidamkan semua orang. Hidup rukun dapat dicipta tanpa
melibatkan pihak lain, tetapi kemandirian melibatkan pihak lain, yakni pihak
yang tidak akan dipakai lagi sebagai penyokong. Ketergantungan pada penyokong
diputuskan. Dengan kata lain, kemandirian jemaat adalah sebuah kemauan untuk
keluar dari zona nyaman menuju tantangan dan mengalahkannya. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika jemaat hidup rukun dan semua orang terbeban untuk terlibat
menanggung beban. GKPI Pondok Ranggon mungkin saja sudah jemaat yang rukun,
tapi apakah sudah mandiri? mari merenung. SELAMAT RUKUN DAN MANDIRI!
Daftar Acuan
GKPI. 1993. Pokok-pokok pemahaman iman GKPI. Pematangsiantar: Kolportase GKPI
Hutagalung, Sutan M. 2013. Pemberian adalah panggilan. Bogor: Darma
Mahardika
PGI 1994. Lima
dokumen keesaan gereja. Jakarta: BPK-GM
Tim Penyusun Kamus. 1988.
Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Internet.
http://www.bibletools.org/index.cfm/fuseaction/Lexicon.show/ID/h3427/page/3
diakses 12 Juni 2014