Jumat, 09 Mei 2014

Engkau Besertaku-Seumur Hidupku (Mzm 23:1-6)

Pagi ini saya membaca status di facebook demikian: Saya hanya ingin bersamamu dua saat saja, yakni sekarang dan selamanya. Sejauh manakah anda akan melayang jika perkataan ini dikatakan kepada anda? Ini sebuah statement yang saya pikir menarik, karena bermakna penyertaan, kehadiran, memiliki untuk selamannya. Dan saya mencoba mengganti kalimat kedua menjadi:  apa yang anda rasakan jika itu dikatakan kepada anda?. Jawaban untuk ini tentu pertama tama berdasar pada siapa yang mengatakan itu, jika penjahat maka akan kita tolak dan mungkin perasaan kita akan galau, tetapi kalau itu diucapkan oleh pacar-atau katakanlah orang yang kita kasihi, maka ribuan jawaban yang mungkin muncul dari kita. Merasakan betapa hati dan jiwa melayang keangkasa karena begitu bahagia, nyaman, tenang, jiwaku segar, damai karena tidak takut lagi ditinggal sendiri, optimis menjalani hubungan, oh saya merasa menjadi orang paling bahagia di dunia, orang yang merindukan hari esok menatikan hal-hal indah hidup bersamanya, dll.
Tentu seorang muda akan berkata, begitu damainya mendengar perkaatan itu, ingin selalu kudengar berulang ulang. Kenapa? Karena ada yang menjaga hati, asa, tubuh dan hidupnya kini dan selamanya yakni orang yang mengasihi dan dikasihinya. Dan ia pun tentu berusaha menjadi orang yang disukainya bukan ? supaya tidak berpaling pada hati yang lain, dan tentu dia akan takut kehilangannya, dia akan pasrah dan berserah diri padanya. Selanjutnya ia akan merasa bertemu dengan curahan air segar ketika bertemu dengannya, yang mengobati kepenatan, kejenuhan dan kesimpangsiuran aktivitas sehari hari. Itu sebabnya setelah seharian repot dalam dinamika kehidupan ia ingin bertemu, istrirahat dari kepenatan, duduk tenang dengan dia menikmati secangkir teh dan bersanda gurau. Hmm alangkah indahnya.
Ketika membaca teks Mazmur 23:1-6 ini penhayatan saya kali ini berpusat pada kata Engkau besertaku (ay 4) dan seumur hidupku (ay 6). Artinya besertaku selamanya, jadinya saya teringat status FB diatas. Aku ingin bersamamu saat ini dan selamanya. Inilah yang di imani serta dialami oleh Raja Daud dalam hidupnya dan digubahnya dalam masmur ini, sehingga jelaslah Mazmur ini bukan sekedar uraian teoristis tetapi pengalaman hidup. Betapa bahagianya Daud dalam penyertaan Tuhan selamanya, ia ingin selalu bertemu, hatinya damai, teduh, tidak takut karena ada yang menjaga hati, pikiran, asa, hidup dan fisiknya yaitu Allah yang menggembalakannya. Gembala yang baik adalah Tuhan sendiri. Ini yang dialami dan dihayati oleh Daud. Daud sungguh-sungguh merasakan Tuhan membimbing, menuntun, dan memeliharanya. Ia memang tidak selalu bergelimang kesuksesan. Ia pun kerap hidup dalam kesulitan; pernah dibenci setengah mati dan dikejar-kejar oleh Saul (1 samuel 19), pernah dikudeta oleh Absalom, anaknya, dan terlunta melarikan diri (2 Samuel 15). Namun, Daud merasakan betapa Tuhan tidak pernah jauh darinya. Pun dalam saat-saat tergelap hidupnya, saat-saat kritis. Tuhan mencukupkan segala kebutuhannya. Tuhan membimbingnya ke jalan yang benar. Tuhan menyegarkan jiwanya. Ia sungguh merasakan jejak-jejak kasih dan pemeliharaan Tuhan dalam setiap jengkal hidupnya.
 Maka marilah kita melihat kedalaman teks ini dari sudut pandang ini. Tuhan besertamu seumur hidup. Dari pengalaman Daud yang digubahnya dalam mazmur ini, marilah kita bertanya ketika Tuhan beserta kita sebagai gembala dan kita besertaNYa sebagai domba apa yang diberikan dan dilakukanNYa untuk ku?  nas ini meberi jawaban konkret bahwa Allah menyediakan semua kebutuhan hidup kita; kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani, kebutuhan untuk di cintai, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk diakui/dihargai dst itulah sebabnya dalam ayat 1 Daud berkata Tuhan adalah gembalaku ( yang menggerakkan, memotivasi, mengarahkan, memengaruhi pola piker, perilaku dan keputusan keputusan dalam hidup dll) takkan kekurangan aku . Dan ini akan kita dilihat dan nikmati satu persatu:
  1. "Takkan kekurangan artinya aku tidak kekurangan apapun yang diperlukan bagi pelaksanaan kehendak Allah dalam kehidupanku dan aku akan puas dengan pemeliharaan Gembala yang Baik serta perhatian-Nya kepadaku bahkan pada saat-saat mengalami kesulitan pribadi, karena aku mengandalkan kasih dan komitmen Allah kepadaku (bd. Yoh 10:11; Filipi 4:11-13) dan inilah uang dikatakan Yesus dalam Yoh 10: 9 …. , ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.. entah dimanapun ia menemukan yang dibutuhkannya.
2.       Membaringkan dipadang rumput tempat beristirahat yang empuk dan makanan yang berkelimpahan.  Kehadiran dan kedekatan sang Gembala membuat domba, saya dan anda dapat "membaringkan diri" dengan tenang, bebas dari segala ketakutan. Roh Kudus selaku Penghibur, Penasihat, dan Penolong menyampaikan perhatian dan kehadiran Kristus sebagai gembala dalam hidup (Yoh 14:16-18; 2 Tim 1:7). Istirahatku yang aman dalam kehadiran-Nya akan dialami "di padang yang berumput hijau," yaitu di dalam Yesus Kristus dan Firman Allah, yang dibutuhkan untuk kehidupan yang berlimpah (Yoh 6:32-36, 63; Yoh 8:31; Yoh 10:9; 15:7).
  1. Menuntun ke air yang tenang. Dalam Nas ini Tuhan diggambarkan sebagai gembala dan Daud/kita adalah domba gembalaanNYa. Biasanya pada saat tertentu setelah digiring ke padang rumput, makan lahap, istrahat sejenak sangat dibuuthkan dan tentu domba itu akan haus maka ia butuh air, yang biasanya tersedia dalam sungai-sungai disekitar padang rumput. Karena domba tidak terlalu pintar maka ia suka tersesat kedalam sungai untuk mencari air, lalu bulunya/woolnya karena basah menjadi berat dan ia tenggelam, maksud hati ingin beristirahat sambil menikmati air segar eh malah tenggelam. Oleh karena itu, kehadiran dan kedekatan sang gembala sangat diperlukan untuk menuntun mereka ke “air yang tenang” yang menjamin kenyamanan istrahat dan  memastikan bulu/woolnya tidak basah serta menjamin keselamatan jiwanya, karena ia tidak akan tenggelam lagi.
  2. Menyegarkan jiwa. Dalam perjalan hidupnya raja Daud sang domba dalam nas ini sering merasa tertekan jiwanya oleh berbagai tekanan pekerjaan, keadaan keluarga dan posisinya sebagai raja, namun pengalamannya juga Tuhan selalu membangkitkan dan menyegerkan kembali jiwanya yang letih lesu  dan putus asa (Maz 42:12), melalui kuasa dan kasih karunia-Nya. Dengan kata lain kehadiran dan kedekatan sang gembala menjamin kesegaran jiwanya.
  3. Menuntun dijalan yang benar. Dalam menggembalakan domba sebagai mana Daud juga lakukan (lih 1 Samuel 17:34-35) , sigembala tentu tidak hanya membawa dombanya pada satu padang rumput saja, karena pada saat tertentu rumput di sana habis. Domba-domba ini akan dibawa ke berbagai padang gurun yang berlainan arah. Domba domba ini tentu tidak tahu arah, karena mereka tidak pernah kesana sebelumnya, maka kehadiran dan kedekatan sang gembala sangat diperlukan untuk menuntun mereka di jalan yang benar sehingga tidak tersesat dan mati, karena gembala itu telah tahu jalan itu dan mepersiapjalan yang akan dilalui dombanya. Seperti itulah bimbingan Allah. Dia mengenal jalan yang dilalui karena Dialah yang mempersiapkan jalan itu. Namun, terkadang kita tak dapat melihat-Nya -- sehingga kita berusaha sebaik-baiknya untuk menuju tempat yang diinginkan-Nya dengan mengikuti tuntunan firman-Nya. Ada saat-saat di mana Dia seolah-olah bersembunyi dari kita. Kadang langkah-Nya tak secepat yang kita harapkan. Namun pada saat lain, kita ingin Dia memperlambat langkah-Nya.
6.       Menghibur dalam bahaya memberi rasa aman. Secara alami, gambaran domba menunjukkan bahwa mereka tidak dapat membela diri- mereka tidak memiliki cakar, tanduk, atau taring- mereka tak berdaya. Oleh karena itu kehadiran dan kedekatan sang gembala dengan tonggkat dan gada sangat diperlukan untuk menjamin keamanan dan kenyaman hidup, ketika bahaya datang. "Gada" (tongkat pendek) menjadi senjata pertahanan atau disiplin, melambangkan kekuatan, kuasa, dan wibawa Allah (bd.Kel 21:20; Ayub 9:34). "Tongkat" (tongkat ramping panjang yang salah satu ujungnya melengkung) dipakai untuk mendekatkan domba-domba dengan gembalanya, menuntunnya pada jalan yang benar atau menyelamatkannya dari kesulitan. Gada dan tongkat Allah menjamin kasih dan bimbingan Allah dalam kehidupan kita (bd. Maz. 71:21; 86:17). Disinilah Dauh berani berkata  Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Dalam kekelaman, penderitaan ingatlah bahwa lengan-Nya yang penuh kasih takkan pernah membiarkan kita pergi. Dia selalu menyertai kita.  Secara perlahan tetapi pasti, Dia memberikan kedamaian dan membebaskan kita dari kekelaman. Dia memberi terang. Dia memimpin kita keluar. Pada akhirnya, kita terlepas dari lembah kekelaman
7.       Menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawan. Disini Daud menggambarkan, kehadiran dan kedekatan Allah tidak lagi hanya untuk  kebutuhan fisik dan tetapi juga kebutuhan psikis jiwa dari dirinya yang lemah. Ia yang lemah diberi pangakuan, diberi prestise di hadapan musuh-musuhnya. Ia diundang makan oleh raja dan diberi makanan dihadapan musuh-musuhnya. Tidak ada yang bisa menggangunya lagi, karena Allah sang raja yang menyediakan makanan ada disisNya menjagannya. Dia bisa makan di meja Tuhan dalam iman, ucapan syukur, dan harapan, tenteram dan terlindung oleh darah yang tercurah dan tubuh yang terluka dari Gembala yang Baik ini. Selanjutnya dai diurapi sebagai tanda kehormatan dan sukacita dan pilanya diisi berlimpah ruah. Piala di sini menunjuk kepada piala seorang gembala yang merupakan sebuah batu besar yang dilubangi dan dapat berisi 150-188 liter dan menjadi tempat minum domba-domba. Secara singkat kehadiran dan kedekatan Allah sang gembala, menjamin kebutuhan akan prestise, pengakuan dan ketenagan dihadapan musuh.
Dampak dari semua pemberian ini maka Daud mengakui bahwa Dengan sang Gembala menemani aku sepanjang jalan hidup ini, aku akan menerima pertolongan, kemurahan, dan dukungan. Tidak perduli apa yang terjadi aku dapat mempercayai Gembala yang Baik akan bekerja melalui segala sesuatu demi kebaikanku (bdn Rom 8:28; Yak 5:11). Sasaran dari mengikuti sang Gembala serta mengalami kebaikan dan kasih-Nya ialah agar pada suatu saat aku akan bersama Tuhan selama-lamanya (1 Tes 4: 17), melihat wajah-Nya (Wah 22:4), dan melayani Dia sepanjang masa di rumah-Nya).
Kebaikan Allah memberikan apa yang tidak layak kita terima; belas kasihan-Nya menahan apa yang seharusnya kita terima. Dalam kepedihan dan penderitaan, Bapa surgawi dengan setia memenuhi kebutuhan kita, menghibur hati, dan memberi kita kekuatan untuk menanggung beban yang harus kita tanggung. Meskipun kita adalah orang percaya, kita tetap berdosa dan tidak memenuhi standar kudus yang ditetapkan oleh Putra-Nya, Yesus Kristus. Namun, Dia tetap mencurahkan pengampunan- Nya dalam jiwa kita saat kita mengaku dosa. Kita bisa saja menganggap diri sebagai orang yang baik, tetapi kita harus tetap mengakui bahwa "kita telah mengabaikan hal-hal yang seharusnya kita kerjakan, dan telah melakukan hal-hal yang tidak seharusnya kita lakukan"
Saya pikir dengan apa yang dijelaskan di atas, maka ketika Tuhan berkata kepada kita seperti status facebook itu: Aku ingin bersamamu sekarang dan selamanya, maka harusnya kita adalah orang yang paling bahagia dan akan berusaha menjadi anak yang disukaiNya dengan bertindak taat pada arahan dan bimbingannya sehingga kita akan mengaminkan bahwa:
1.        JIka Tuhan yang menjadi Gembala hidup Kita yang beserta kita selamanya, jalan curam dan berliku Tak perlu ditakutkan.  Di tengah susah dan beratnya hidup ini, kita perlu tetap belajar menyadari bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Kemahakuasaan-Nya akan tetap menyertai anak-anak-Nya. Inilah hal yang mesti selalu kita ingat dan syukuri. Memang kita kerap "tidak melihat" tangan Tuhan beserta kita, tetapi bukan berarti Tuhan tidak beserta kita. Barangkali Tuhan membiarkan kita hanya melihat padang gurun yang gersang, tetapi sesungguhnya Dia telah menyiapkan sungai di depan kita.
2.       Apabila mendekat pada Allah pikiran kita dilegakan dan kekuatan kita dipulihkan! Kita semua membutuhkan istirahat dalam hidup, tidak hanya karena dinamika kehidupan yang tak tertahankan, tetapi karena kita tergantung pada sumber yang dimiliki Tuhan. Di tengah zaman yang bergerak cepat, penting bagi kita untuk menemukan sebuah tempat yang sunyi, "tempat untuk beristirahat, dekat di hati Allah". Dan perlu memastikan kita tidak tenggelam ketika mencari tempat istrihat karena sesat atau disesatkan, pastikan Tuhan menuntunmu pada air yang tenang bukan yang  menghanyutkan.
3.       Bagi Kita orang Percaya Allah lebih dekat daripada bahaya.  Karena Allaha sang Gemabala berada disisi kita sebelum bahaya datang, dan Ia tahu cara mengatasi bahaya itu. Tenangkan serahkan HidupMu padaNYa jadikan IA menjadi yang terdekat dengan hidupmu daripada apapun juga.
4.       Tuhan beserta kita Sekarang dan selamaNya. Maka kita adalah orang yang optimis menjalani hubungan denganNya, orang yang merindukan hari esok menantikan hal-hal indah hidup bersamaNYa dalam kemurahan dan kasih setiaNya. Berserah padaNYa dan Dia akan besertamu sekarang dan selamanya dalam sukacita (JUBILATE). AMIN

Rabu, 16 April 2014

Renungan Kamis Putih, 17 April 2014 Berjalan Bebas Menuju Kematian (Yoh 16:1-11)



Jika ditanyakan apakah peristiwa yang menurut anda paling menakutkan? mungkin ada yang menjawab menanti hasil ujian, yang lain menjawab menunggu proses lahiran anak yang sudah lama dinanti, atau ketika mendengar vonis dokter bahwa anda menderita kanker, atau anda akan menjawab menunuggu eksekusi mati, dll. Semua jawaban ini sesungguhnya memiliki kebenarannya masing-masing. Namun mungkin kita sepakat bahwa salah satu yang paling menakutkan adalah menunggu saat-saat kematian apalagi jika waktu dan cara kematian itu kita ketahui. Ada banyak pasien di rumah sakit atau sudah dibawa pulang ke rumah "berstatus" sebagai pasien yang menunggu kematian atau pasien yang hampir meninggal dunia, entah dalam keadaan masih sadar atau tidak sadar. Untuk pasien yang seperti ini diperlukan pelayanan psikilogis dan pastoral untuk mempersiapkan mereka menerima kenyataan bahwa ia akan mengakhiri hidupnya. Mungkinkah kita bisa menduga apa dan bagaimana perasaan mereka yang sudah menunggu ajal ini?
Elisabeth Kubler Ross - seorang dokter dan psikiatri - sambil melayani para pasien hampir meninggal dunia melakukan riset tentang pergumulan jiwa orang yang akan menghadapi ajal. Dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying - sebagaimana dikutip oleh Andar Ismail dalam bukunya selamat berjuang - ada lima kemungkinan tahap perasaan menjelang ajal. Pertama, penyangkalan, saat kita menolak datangnya maut. Kedua, marah. Ketiga, penawaran, saat kita berjanji untuk berperilaku lebih baik lagi jika umur diperpanjang. Keempat, depresi karena ternyata kematian makin mendekat. Kelima, rasa damai saat kita menerima kenyataan dan berserah. Kelima tahap ini bisa juga terjadi pada keluarga yang kekasihnya baru saja meninggal.
Pertanyaan berikutnya adalah adakah tahapan ini dilalui Yesus tatkala ia akan menemui ajal-Nya? adakah penolakan dari-Nya? kemarahan, depresi? atau Ia berada langsung dalam tahap kelima? Sejak awal, Yesus tahu Ia harus menderita, disesah, dan mati untuk menebus dosa manusia. Penderitaan-Nya dikarenakan kesalahan dan dosa kita. Akan tetapi, disamping doa-Nya di taman Getsemani - yang kelihatannya dalam kadar tertentu disebut orang sebagai sikap penawaran pada Bapa - Yesus dalam keseluruhan hidup-Nya sebagai manusia belajar taat sebagai Anak menjalankan Misi Bapa-Nya. Beberapa kali dicatat dalam Injil ia ditawarkan untuk meninggalkan misi-Nya dengan peringatan akan penderitaan yang akan Ia hadapi. Salah satu contohnya, dalam Lukas 13: 31-35 orang Farisi menganjurkan Yesus untuk pergi karena Herodes akan membunuh-Nya. Yesus tidak bergeming dan tidak takut. Ia tahu bahwa kematian-Nya sudah mendekat - lebih parah lagi Ia tahu bagaimana Ia akan mati dan Ia akan disiksa sampai mati bukan karena kesalahan-Nya - tatkala Ia disambut sorak-sorai oleh warga Yerusalem. Yerusalem menyambut dan memuliakan Dia yang akan memasuki penderitaan !!! Yesus juga tahu kematiaan-Nya sudah mendekat tatkala Ia masih memberikan pelayanan kasih kepada para murid-Nya dalam perjamuan malam terakhir. Membasuh kaki murid-murid-Nya termasuk Yudas yang akan menghianati-Nya. Ia tahu ajal menjelang tetapi Ia justru merendahkan diri membasuh kakai dan mengampuni Yudas yang akan menghianati-Nya.
Yesus kelihatan berjalan dengan bebas-Nya menuju kematian, tanpa rasa penolakan, kemarahan, depresi, Ia malah mempersiapkan murid-murid-Nya agar tidak kecewa dan Shock menghadapi kenyataan itu. Yesus menunjukkan tidak hanya keberanian-Nya untuk menderita dan mati, lebih daripada itu Yesus menunjukkan keberaniaan-Nya untuk hidup dalam ketaatan kepada Misi Allah. Ia merayakan begitu berharganya hidup meski dalam penderitaan, sebab kualitas hidup-Nya ditentukan bagaimana misi-Nya dijalankan. Dalam ibadah kamis putih ini, kita di ingatkan pada kebebasan Yesus berjalan menuju ajal-Nya sambil mempersiapkan murid-murid-Nya. Kisah dalam teks kita malam ini (Yoh 16:1-11) berasal dari  masa perpisahan sekaligus masa-masa terakhir kebersamaan Yesus dengan murid-Nya sekaligus diungkapkan kembali di tengah komunitas Yohanes yang mengalami penderitaan karena iman mereka pada Yesus. Dalam kisah ini,  Yesus mewartakan penderitaan (dikucilkan, dibunuh, dan tindakan itu dianggap sebagai bakti kepada Allah) yang akan dialami para murid karena iman pada-Nya. (Ay 1-3). Apa yang akan dialami para murid itu akan terlebih dahulu dialami oleh Yesus sendiri dalam proses kematian-Nya. Itulah sebabnya, selanjtunya dalam teks ini dengan sangat lugas, Yesus berkata kepada para murid yang menjadi sahabat-sahabat-Nya yang paling dekat mengenai akhir hidup-Nya (ay. 3-11). Meskipun Yesus pasti menyadari hal itu akan membawa kepedihan dan kesedihan, Ia - menguktip ungkapan Henry Nouwen dalam bukunya Our Greatest Gift -  tetap mewartakan kematian-Nya sebagai sesuatu yang baik, sesuatu yang penuh rahmat, penuh janji, penuh harapan. Ia memberitakan kematian-Nya sebagai sesuatu yang baik sebab dengan kematian-Nya (pergi kepada Bapa) penghibur akan datang. Warta kematian-Nya penuh rahmat, janji, dan harapan karena Roh Penghibur akan di utus-Nya dan akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Dengan demikian kematian Yesus diwartakan sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain (murid-Nya dan seluruh dunia). Warta kematian ini juga menjadi penuh rahmat karena ketika Yesus akan pergi kepada Bapa, Ia tidak meninggalkan murid-Nya tetapi senantiasa menyertai mereka dengan kehadiran Penghibur (Roh Kudus). Dengan demikian Roh Cinta Kasih Allah tetap berlanjut di dalam dan setelah kematian-Nya. Inilah janji, harapan, dan rahmat yang akan menguatkan para murid tatkala semua penderitaan dan kehilangan sang guru akan menjadi kenyataan.
Hal ini diungkapkan Yesus supaya mereka natinya tidak menjadi kecewa ketika semua itu terjadi. Yesus sekali lagi berjalan dalam kemerdekaan menuju kematian-Nya, dan malah mempersiapkan murid-murid-Nya menghadapi rasa kedukaan dan kehilangan akibat penderitaan dan kematian yang akan dialami-Nya. Hal ini tentu terbalik dari kenyataan yang dihadapi para dokter dan pendeta yang justru kerap diperhadapkan pada tugas untuk mempersiapkan seseorang menerima kematiannya -seperti yang dilakukan Kubler di atas. Kebebasan Yesus ini hanya terjadi tatkala Yesus menyadari keberadaan-Nya sebagai Anak, dan kesetiaan-Nya sebagai Anak yang bergantung pada Allah.  Kebergantungan pada sang Ilahi membuat proses kematian menjadi bagian dari kehidupan yang lebih besar dan lebih luas. Proses kematian Yesus - dalam kebergantungan-Nya pada Allah dan bukan pada rencana para musuh-Nya - menjadi bagian dari kehidupan umat manusia dan seluruh dunia. Warta kematian Yesus menjadi warta menuju jalan kehidupan yang penuh janji, harapan, dan rahmat bagi manusia.
Pada kamis putih ini, tatkala warta kematian Yesus diberitakan, kita diingatkan akan sebuah paradoks yakni: Kebergantungan pada orang orang lain sering kali mengarah pada perbudakan, namun kebergantungan kepada Allah mengarah kepada kemerdekaan. Ketika kita menyakini kebergantungan kita pada Allah bukan sebagai kutukan tetapi sebagai karunia, pada saat itulah kita menemukan kemerdekaan anak-anak Allah. Kemerdekaan batiniah yang mendalam ini - sebagaimana dimiliki oleh Yesus - memampukan kita menghadapi musuh-musuh kita, menyingkirkan kuk penindasan, serta membagun kehidupan yang penuh keberanian dan cinta. Hidup dalam kemerdekaan sebagai anak-anak Allah yang taat seperti Yesus, maka kita melucuti kematian dari kekuasaanya atas kita.
Pada akhirnya, ibadah kamis putih ini menghantar kita untuk merayakan iman dalam Yesus bukan hanya sekedar tidak takut mati  dan menderita tetapi berani untuk hidup hingga akhir misi Allah dalam hidup kita. Kita juga diingatkan akan kebergantungan kita pada Allah akan membawa kita pada kemerdekaan melawan seluruh musuh, penderitaan dan bahkan kematian sekalipun. Cinta kasih Allah yang dianugerahkan dalam kesediaan Kristus ( yang Maha kuasa, dan tidak berdosa) dalam kerendahan hati menderita dan mati mengantikan kita (yang lemah dan berdosa) mendorong kita untuk menyerahkan dan merayakan kehidupan dalam kebersamaan dengan Yesus yang solider pada orang-orang miskin dan menderita, sambil berdiri tegak menghadapi penolakan dan nistaan. Mesyukuri anugerah Ilahi ini dengan menjadikan kesederhanaan dan kesediaan melayani sesama tanpa pamrih dan pandang bulu menjadi seruan malam ini, seruan yang akan menjadi aksi nyata! AMIN!!