Minggu, 17 Mei 2020

Anak Kecil Berhati Besar


Anak Kecil Berhati Besar
Yohanes 6:9
Pada tanggal 5 April yang lalu, koran Kompas memuat berita yang menurut saya sangat menginpirasi. Diberitakan ada tiga orang bocah di Makassar menyumbangkan celengannya untuk pengadaan APD tenaga medis yang berjuang menangani pasien Covid-19. Hati mereka tergerak melihat para dokter dan perawat yang berjuang menyembuhkan pasien Covid-19 meski dengan APD seadanya. Jumlah sumbagan ketiganya pun bervariasi ada yang Rp. 448.800 hasil menabung selama dua tahun,  dan dua anak yang lain menyumbang total Rp. 349.000 hasil menabung selama enam bulan. Sumbangan itu mereka serahkan ke posko Jurnais Peduli Kemanusiaan Makasar. Jumlah yang mereka berikan mungkin tidak seberapa tetapi parut diapresiasi karena mereka rela mengorbankan apa yang mereka kumpulkan selama beberapa waktu untuk kegiatan kemanusiaan. Mereka tidak kaya dalam harta tapi kaya dalam kebaikan. Mereka sungguh anak kecil berhati besar.
Berbicara tentang anak kecil berhati besar, saya mengajak kita kembali merenungkan Yohanes 6: 9 "Disini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". Teks ini masih dalam tema yang sama dengan dua renungan malam sebelumnya, yakni Yesus memberi makan lima ribu orang. Dalam dua renungan malam sebelumnya yang kita dasarkan pada Injil Markus, bahwa mereka punya lima roti dan dua ikan, tetapi tidak disebutkan siapa yang empunya roti dan ikan itu. Dalam injil Yohanes inilah nyata bahwa rupanya, sang empunya lima roti dan dua ikan itu adalah seorang anak kecil.
Banyangkan, seorang anak kecil yang sedang lapar dan berada di tengah kerumunan orang lapar, mau menyerahkan roti dan ikannya pada Andreas dan kemudian pada Yesus. Bukankah biasanya anak-anak sangat mementingkan diri sendiri? bisa saja ia tidak mau memberi roti dan ikannya. Ia bisa berdalih aku lapar dan hanya ini yang ada padaku. Toh ini tidak cukup bagi orang banyak ini. Bukankah itu demikian pemikiran Andreas, sang murid itu? ketika ia menemukan anak itu dengan lima roti dan ikannya, Andreas berkata: "tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" Pola berpikir realistis dan pesimis serta tidak menghargai peran dan aset yang kecil itu. Andreas lupa ia sedang bersama Yesus yang berkausa melakukan banyak hal.
Tidak seperti Andreas, anak kecil itu sungguh berhati besar. Meski dia bisa saja menolak, ia tidak memilih opsi itu.  Ia mau berbagi dalam keterbatasan, tidak mementingkan diri sendiri. Ia mau berkorban demi orang lain, bukan sebaliknya mengorbankan orang lain demi diri sendiri. Ia melampaui pemikiran orang sejamannya. Keyakinannya melampaui Andreas yang realistis pesimis itu. Ia secara total menyerahkan "asetnya" ketangan Tuhan. Yesus pun sangat menghargai pemberian anak kecil yang sedikit itu, menerimananya dengan sukacita dan mengucap syukur atasnya serta memberkatinya. Hasilnya kita sudah tau, di tangan Yesus lima roti dan dua ikan milik anak kecil itu menjadi modal awal Yesus untuk memberi makan lima ribu orang. Semua dapat makanan dan lebih dua belas bakul penuh. Ada dua mujizat dalam kisah ini yakni hati anak kecil yang luar biasa itu dan karya Yesus yang mengubah keterbatasan menjadi kelimpahan.  
Dalam situsi sulit yang kita hadapi karena Covid-19 ini, Kita membutuhkan orang-orang kecil yang berhati besar. Lebih dari orang-orang besar bermulut besar. Bukan pula mentalitas miskin yang belakangan ini juga jadi perbincangan. Orang berada yang tiba-tiba menjadi miskin demi menerima bantuan dari para dermawan dan pemerintah. Menyembunyikan keberadaan dan mengingkari kemampanan keluarga dan anak-anaknya, asalkan dapat bantuan. Anak kecil di Makasar dan terlebih dalam kisah firman malam ini menolong kita untuk bermentalitas kaya. Mau memberi meski dalam keterbatasan. Hati yang demikian yang berdampak pada karya besar Allah yang membawa sukacita besar.
Kita perlu juga memutus pemikiran seperti Andreas yang pesimis. Hanya melihat perbandingan kebutuhan dengan apa yang tersedia. Sering sekali, dalam kondisi sulit, kita jatuh pada pola berpikir Andreas ini. Kita menganggap tidak ada gunanya memberi atau melakukan sesuatu yang kecil ditengah kebutuhan yang amat besar. Pemberian tiga bocah di Makasar secara ekonomis tidak seberapa. Tetapi dampak dari tindakan mereka telah menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Dalam teks kita malam ini, anak kecil dengan pemberian kecil menjadi bagian dari sumber kehidupan lima ribu orang yang lapar dan menjadi modal awal penyelesaian masalah. Ingatlah tidak penting berapa modal awal kita dalam kerajaan Allah. Jauh lebih penting adalah menjadi apa modal yang kecil itu setelah diserahkan kepada Tuhan. Mari bergandengan tangan menjadi orang kecil berhati besar. Tentu, Saya tidak sedang mengatakan supaya kita memberi semua yang kita miliki untuk dibagikan dimasa sulit ini. Saya hanya mengajak kita untuk mau berkorban demi orang lain meski pengorbanan itu terlihat sangat kecil.
Akhirnya, sebesar apakah hatimu dalam menghadapi kesulitan hari ini? apakah telah menjadi seperti anak kecil berhati besar itu? Mari berkarnya semampumu bukan semaumu. Jangan meremehkan potensi dan pemberian kecil. Letakkan ke dalam tangan Tuhan. Ia yang tidak terbatas tidak dibatasi oleh jumlah. Ditangan-Nya, yang kecil dan sedikit bisa menjadi besar dan banyak sementara di luar Tuhan hal besarpun bisa menjadi kecil. Sejak semalam kita telah membuka kembali program MANARUHON asa MANARIHON untuk itu mari kita mulai dari yang kecil yang diberi dengan hati yang besar. Mari menjadi bagian dari sejarah besar perjalanan jemaat ini yang saling menopang ditengah badai kesulitan karena Covid-19. Selamat menjadi orang kecil yang berhati besar, selamat menanti berkat dan sukacita besar bersama Tuhan.
Selamat malam selamat beristirahat dan Tuhan memberkati kita kini dan disini. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar