Anak Kecil Berhati Besar
Yohanes 6:9
Pada tanggal
5 April yang lalu, koran Kompas memuat berita yang menurut saya sangat
menginpirasi. Diberitakan ada tiga orang bocah di Makassar menyumbangkan
celengannya untuk pengadaan APD tenaga medis yang berjuang menangani pasien
Covid-19. Hati mereka tergerak melihat para dokter dan perawat yang berjuang
menyembuhkan pasien Covid-19 meski dengan APD seadanya. Jumlah sumbagan
ketiganya pun bervariasi ada yang Rp. 448.800 hasil menabung selama dua
tahun, dan dua anak yang lain menyumbang
total Rp. 349.000 hasil menabung selama enam bulan. Sumbangan itu mereka
serahkan ke posko Jurnais Peduli Kemanusiaan Makasar. Jumlah yang mereka
berikan mungkin tidak seberapa tetapi parut diapresiasi karena mereka rela
mengorbankan apa yang mereka kumpulkan selama beberapa waktu untuk kegiatan
kemanusiaan. Mereka tidak kaya dalam harta tapi kaya dalam kebaikan. Mereka
sungguh anak kecil berhati besar.
Berbicara
tentang anak kecil berhati besar, saya mengajak kita kembali merenungkan Yohanes
6: 9 "Disini ada seorang anak, yang
mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang
sebanyak ini?". Teks ini masih dalam tema yang sama dengan dua
renungan malam sebelumnya, yakni Yesus memberi makan lima ribu orang. Dalam dua
renungan malam sebelumnya yang kita dasarkan pada Injil Markus, bahwa mereka
punya lima roti dan dua ikan, tetapi tidak disebutkan siapa yang empunya roti
dan ikan itu. Dalam injil Yohanes inilah nyata bahwa rupanya, sang empunya lima
roti dan dua ikan itu adalah seorang anak kecil.
Banyangkan,
seorang anak kecil yang sedang lapar dan berada di tengah kerumunan orang
lapar, mau menyerahkan roti dan ikannya pada Andreas dan kemudian pada Yesus.
Bukankah biasanya anak-anak sangat mementingkan diri sendiri? bisa saja ia
tidak mau memberi roti dan ikannya. Ia bisa berdalih aku lapar dan hanya ini
yang ada padaku. Toh ini tidak cukup bagi orang banyak ini. Bukankah itu demikian
pemikiran Andreas, sang murid itu? ketika ia menemukan anak itu dengan lima
roti dan ikannya, Andreas berkata: "tetapi
apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" Pola berpikir realistis
dan pesimis serta tidak menghargai peran dan aset yang kecil itu. Andreas lupa
ia sedang bersama Yesus yang berkausa melakukan banyak hal.
Tidak
seperti Andreas, anak kecil itu sungguh berhati besar. Meski dia bisa saja
menolak, ia tidak memilih opsi itu. Ia mau
berbagi dalam keterbatasan, tidak mementingkan diri sendiri. Ia mau berkorban
demi orang lain, bukan sebaliknya mengorbankan orang lain demi diri sendiri. Ia
melampaui pemikiran orang sejamannya. Keyakinannya melampaui Andreas yang
realistis pesimis itu. Ia secara total menyerahkan "asetnya" ketangan Tuhan. Yesus pun sangat menghargai pemberian
anak kecil yang sedikit itu, menerimananya dengan sukacita dan mengucap syukur
atasnya serta memberkatinya. Hasilnya kita sudah tau, di tangan Yesus lima roti
dan dua ikan milik anak kecil itu menjadi modal awal Yesus untuk memberi makan
lima ribu orang. Semua dapat makanan dan lebih dua belas bakul penuh. Ada dua
mujizat dalam kisah ini yakni hati anak kecil yang luar biasa itu dan karya
Yesus yang mengubah keterbatasan menjadi kelimpahan.
Dalam situsi
sulit yang kita hadapi karena Covid-19 ini, Kita membutuhkan orang-orang kecil
yang berhati besar. Lebih dari orang-orang besar bermulut besar. Bukan pula
mentalitas miskin yang belakangan ini juga jadi perbincangan. Orang berada yang
tiba-tiba menjadi miskin demi menerima bantuan dari para dermawan dan
pemerintah. Menyembunyikan keberadaan dan mengingkari kemampanan keluarga dan
anak-anaknya, asalkan dapat bantuan. Anak kecil di Makasar dan terlebih dalam
kisah firman malam ini menolong kita untuk bermentalitas kaya. Mau memberi
meski dalam keterbatasan. Hati yang demikian yang berdampak pada karya besar
Allah yang membawa sukacita besar.
Kita perlu
juga memutus pemikiran seperti Andreas yang pesimis. Hanya melihat perbandingan
kebutuhan dengan apa yang tersedia. Sering sekali, dalam kondisi sulit, kita
jatuh pada pola berpikir Andreas ini. Kita menganggap tidak ada gunanya memberi
atau melakukan sesuatu yang kecil ditengah kebutuhan yang amat besar. Pemberian
tiga bocah di Makasar secara ekonomis tidak seberapa. Tetapi dampak dari
tindakan mereka telah menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal yang sama.
Dalam teks kita malam ini, anak kecil dengan pemberian kecil menjadi bagian
dari sumber kehidupan lima ribu orang yang lapar dan menjadi modal awal
penyelesaian masalah. Ingatlah tidak penting berapa modal awal kita dalam
kerajaan Allah. Jauh lebih penting adalah menjadi apa modal yang kecil itu
setelah diserahkan kepada Tuhan. Mari bergandengan tangan menjadi orang kecil
berhati besar. Tentu, Saya tidak sedang mengatakan supaya kita memberi semua
yang kita miliki untuk dibagikan dimasa sulit ini. Saya hanya mengajak kita untuk
mau berkorban demi orang lain meski pengorbanan itu terlihat sangat kecil.
Akhirnya,
sebesar apakah hatimu dalam menghadapi kesulitan hari ini? apakah telah menjadi
seperti anak kecil berhati besar itu? Mari berkarnya semampumu bukan semaumu. Jangan
meremehkan potensi dan pemberian kecil. Letakkan ke dalam tangan Tuhan. Ia yang
tidak terbatas tidak dibatasi oleh jumlah. Ditangan-Nya, yang kecil dan sedikit
bisa menjadi besar dan banyak sementara di luar Tuhan hal besarpun bisa menjadi
kecil. Sejak semalam kita telah membuka kembali program MANARUHON asa MANARIHON untuk itu mari kita mulai dari yang kecil
yang diberi dengan hati yang besar. Mari menjadi bagian dari sejarah besar
perjalanan jemaat ini yang saling menopang ditengah badai kesulitan karena
Covid-19. Selamat menjadi orang kecil yang berhati besar, selamat menanti
berkat dan sukacita besar bersama Tuhan.
Selamat
malam selamat beristirahat dan Tuhan memberkati kita kini dan disini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar