Kamis, 14 Mei 2020

Memaknai Kesedihan dan Penderitaan



Memaknai Kesedihan dan Penderitaan
" Enyahlah Engkau Iblis sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia" (Mrk. 8: 33b)
Syalom dan selamat malam Bapak/Ibu/Saudara/i yang dikasihi Tuhan dimanapun anda berada.
Kita tidak dapat menyangkal bahwa Covid-19 dengan segala dampaknya telah membawa kita pada penderitaan dan kesedihan. Elisabeth Kubler Ross -seorang dokter dan psikiatri, dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying sebagaimana dikutip oleh Andar Ismail dalam buku Selamat berjuang, menjelaskan lima tahapan orang dalam mengalami kesedihan/kedukaan yakni:  penyangkalan-marah-penawaran-depresi-menerima.
Dibantu oleh kolega saya Pdt. jimmy Simangunsong, Pendeta Resort GKPI Sibolga Juli, dalam sebuah pesannya di WAG, kelima tahapan ini, meseki tidak harus berurutan, ternyata dialalami oleh banyak orang ketika berhadapan dengan Covid-19.
Penyangkalan, diawal munculnya Covid-19 di Wuhan, banyak orang, khususnya suku Batak yang menanggapinya dengan santai sambil berkata Covid-19 tidak akan masuk tanah Batak karena sudah ada Koor ina dan Koor ama. Marah, Ketika Covid-19 akhirnya ternyata masuk ke Indonesia muncullah sikap marah karena berbagai aturan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini. Penawaran, Setelah ada orang yang meninggal dan diberi status positif masyarakat mulai mau tawar menawar, baiklah social distancing asal semua nanti baik-baik saja. Depresi, Setelah beberapa lama dampak Covid-19 semakin terasa mengerogoti semua sendi kehidupan, termasuk ekonomi, muncullah sikap sedih dan tertekan sambil berseru kapan ini berakhir atau ya Tuhan kiranya ini cepat berlalu. Menerima, akhirnya kita menerima kenyatakan dan bersiap mengahadapinya secara bersama. Saya tidak tahu ditahap manakah anda saat ini.
Tetapi cukupkah hanya menerima kenyataan bahwa virus Covid-19 merebak merasuki dan merusaki sendi sendi kehidupan ini? tentu bisa menerima sudah bagus tetapi belum cukup. Kita harus sampai pada memaknai peristiwa merebaknya virus ini. Inilah tahapan kedukaan/kesedihan yang keenam yang kemudian ditambahkan oleh David Kessler dalam bukunya Finding meaning: The Sixth Stage of Grief. Seseorang butuh makna dari kesedihannya, oleh karena itu ia memaknai dan menemukan pencerahan di dalam kesedihan itu. Kita harus belajar memaknai Covid-19 ini, sebab ketika seseorang tidak mampu memaknai setiap peristiwa yang dilamaninya, akan membuatnya tidak mampu mempertahankan gairah dan semangat hidup yang dijalaninya. Tetapi jangan sampai salah memaknai.
 Merenungkan proses pemaknaan penderitaan, saya mengingat sabda Yesus " Enyahlah Engkau Iblis sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia" (Mrk. 8: 33b). Firman ini diawali dengan pengajaran Yesus bahwa Ia akan menjalani penderitaan , kemudian Petrus menggapinya kiranya itu tidak terjadi (penyangkalan) (Mrk. 8: 31-32). Petrus salah memahami dan memaknai pengajaran Yesus tentang penderitaan yang harus ditanggung-Nya. Sehingga tanpa ia sadari menghalangi Yesus melakukan kehendak Bapa. Semua hal yang menghalangi ktia melakukan kehendak Bapa berasal dari Iblis. Itu sebabnya Yesus dengan keras menegur Petrus dengan berkata enyahlah engkau Iblis.
Berbeda dari Petrus, Yesus tahu Ia harus menderita dan mati untuk menebus dosa manusia. Ia menerimanya dan berhasil memaknainya dengan tepat. Ia mempersiapkan murid-murid-Nya agar tidak kecewa menghadapi kenyataan itu. Itu sebabnya, Yesus kelihatan berjalan dengan bebas-Nya menuju penderitaan dan kematian, tanpa rasa penolakan, kemarahan, depresi. Yesus menunjukkan tidak hanya keberanian-Nya untuk menderita dan mati, lebih daripada itu Yesus menunjukkan keberaniaan-Nya untuk hidup. Ia merayakan begitu berharganya hidup meski dalam penderitaan. Penderitaan dimaknai Yesus sebagai jalan yang harus dilalui untuk memberi kehidupan dan keselamatan bagi umat manusia. Penderitaan-Nya dimaknai-Nya sebagai jalan ketaatan kepada Bapa. Dalam pederitaan-Nya yang dimaknai dengan benar, Yesus membuat hidupnya yang singkat itu begitu bermakna.
Saya tidak mau mengatakan bahwa virus Covid-19 ini adalah kehendak Allah, meski saya tahu bahwa virus Covid-19 pun ada atas sepengetahuan Allah. Saya hanya sedang mengajak kita untuk meneladani Yesus supaya dengan tepat memaknai kesedihan dan kesulitan karena Covid-19 ini. Agar kita tidak depresi, marah dan kecewa, dan melakukan penolakan. Marilah kita beranjak hingga pada sikap menerima dan memaknai peristiwa ini.
Dalam situsi yang serba terbatas dan sulit ini kita dapat misalnya memaknai betapa rapuh dan ringkihnya kehidupan dan segala asesorisnya. Disisi lain, memaknai betapa berharganya hidup yang harus kita jaga. Betapa berharganya kesatuan hati semua elemen bangsa ini. Dari sudut pandang relasi dengan Tuhan, Covid-19 ini bisa kita maknai sebagai jalan untuk makin dekat pada-Nya atau sebaliknya makin jauh dari-Nya. Saya merasakan betapa ungkapan Antonio De Mello dalam buku Mencari Allah Dalam Segala (h, 82) "Jika orang hendak menemukan makna hidup, mereka harus menemukannya di dalam penderitaan" menemukan kebenarannya.
Ditengah begitu banyaknya orang yang salah memaknai pendertiaan akibat Covid-19 ini dengan melakukan beragam kejahatan dan juga penolakan penguburan jenazah korban Covid-19. Saya teringat tindakan seorang oknum Polisi di Sulawesi, yang konon katanya juga adalah seorang pelayan di gereja. Dengan ketulusan dan kecintaannya pada kemanusiaan, ia dengan rela membantu penguburan seorang korban Covid-19. Ia memaknai kesedihan keluarga korban dan Covid-19 sebagai ajang untuk menunjukkan cinta dan solidaritas. Hal ini rupanya diapresiasi oleh Kapolri dan dihadiahi tiket untuk sekolah perwira polisi. Betapa ia bisa melihat makna dibalik Covid-19 ini sembari membuat hidupnya bermakna bagi sekelilingnya.
Oleh karena itu, izikan saya bertanya, apakah anda sudah menemukan makna yang bisa kita petik dari Covid-19 ini bagi kehidupan kita? dan lebih lagi sudahkah kita membuat hidup kita bermakna satu hari ini? saya mengajak kita untuk sembari berusaha menerima dan memaknai kesedihan dan penderitaan karena Covid-19 ini dengan segala dampaknya, hendaklah kita juga tetap berusaha agar hidup kita bermakna bagi diri sendiri, sesama dan Tuhan. Mari jadikan sisa hidup ini menjadi bagian terbaik dari hidupmu. Mari belajar dan berjalan bersama Yesus yang senantiasa menerima dan dengan tepat memaknai peristiwa yang dihadapi-Nya serta dengan tepat menunjukkan betapa bermaknnya kehidupan-Nya. Amin
Selamat malam selamat beristirahat. Tuhan memberkati kita kini dan di sini. Amin  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar