Memaknai Kesedihan dan Penderitaan
" Enyahlah
Engkau Iblis sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia" (Mrk. 8: 33b)
Syalom dan
selamat malam Bapak/Ibu/Saudara/i yang dikasihi Tuhan dimanapun anda berada.
Kita tidak dapat menyangkal bahwa Covid-19
dengan segala dampaknya telah membawa kita pada penderitaan dan kesedihan. Elisabeth
Kubler Ross -seorang dokter dan psikiatri, dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying sebagaimana dikutip
oleh Andar Ismail dalam buku Selamat
berjuang, menjelaskan lima tahapan orang dalam mengalami kesedihan/kedukaan
yakni: penyangkalan-marah-penawaran-depresi-menerima.
Dibantu oleh kolega saya Pdt. jimmy Simangunsong,
Pendeta Resort GKPI Sibolga Juli, dalam sebuah pesannya di WAG, kelima tahapan
ini, meseki tidak harus berurutan, ternyata dialalami oleh banyak orang ketika
berhadapan dengan Covid-19.
Penyangkalan, diawal munculnya Covid-19 di Wuhan, banyak
orang, khususnya suku Batak yang menanggapinya dengan santai sambil berkata Covid-19 tidak akan masuk tanah Batak karena
sudah ada Koor ina dan Koor ama. Marah,
Ketika Covid-19 akhirnya ternyata masuk ke Indonesia muncullah sikap marah
karena berbagai aturan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini. Penawaran, Setelah ada orang yang
meninggal dan diberi status positif masyarakat mulai mau tawar menawar, baiklah
social distancing asal semua nanti
baik-baik saja. Depresi, Setelah
beberapa lama dampak Covid-19 semakin terasa mengerogoti semua sendi kehidupan,
termasuk ekonomi, muncullah sikap sedih dan tertekan sambil berseru kapan ini
berakhir atau ya Tuhan kiranya ini cepat berlalu. Menerima, akhirnya kita menerima kenyatakan dan bersiap
mengahadapinya secara bersama. Saya tidak tahu ditahap manakah anda saat ini.
Tetapi cukupkah hanya menerima kenyataan
bahwa virus Covid-19 merebak merasuki dan merusaki sendi sendi kehidupan ini?
tentu bisa menerima sudah bagus tetapi belum cukup. Kita harus sampai pada
memaknai peristiwa merebaknya virus ini. Inilah tahapan kedukaan/kesedihan yang
keenam yang kemudian ditambahkan oleh David Kessler dalam bukunya Finding
meaning: The Sixth Stage of Grief. Seseorang butuh makna dari kesedihannya,
oleh karena itu ia memaknai dan menemukan pencerahan di dalam kesedihan itu.
Kita harus belajar memaknai Covid-19 ini, sebab ketika seseorang tidak mampu memaknai setiap peristiwa
yang dilamaninya, akan membuatnya tidak mampu mempertahankan gairah dan
semangat hidup yang dijalaninya. Tetapi jangan sampai salah memaknai.
Merenungkan
proses pemaknaan penderitaan, saya mengingat sabda Yesus " Enyahlah Engkau Iblis sebab engkau bukan memikirkan
apa yang dipikirkan oleh Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia"
(Mrk. 8: 33b). Firman ini diawali dengan pengajaran Yesus bahwa Ia akan
menjalani penderitaan , kemudian Petrus menggapinya kiranya itu tidak terjadi
(penyangkalan) (Mrk. 8: 31-32). Petrus salah memahami dan memaknai pengajaran
Yesus tentang penderitaan yang harus ditanggung-Nya. Sehingga tanpa ia sadari
menghalangi Yesus melakukan kehendak Bapa. Semua hal yang menghalangi ktia melakukan
kehendak Bapa berasal dari Iblis. Itu sebabnya Yesus dengan keras menegur Petrus
dengan berkata enyahlah engkau Iblis.
Berbeda dari
Petrus, Yesus tahu Ia harus menderita dan mati untuk menebus dosa manusia. Ia
menerimanya dan berhasil memaknainya dengan tepat. Ia mempersiapkan
murid-murid-Nya agar tidak kecewa menghadapi kenyataan itu. Itu sebabnya, Yesus
kelihatan berjalan dengan bebas-Nya menuju penderitaan dan kematian, tanpa rasa
penolakan, kemarahan, depresi. Yesus menunjukkan tidak hanya keberanian-Nya
untuk menderita dan mati, lebih daripada itu Yesus menunjukkan keberaniaan-Nya
untuk hidup. Ia merayakan begitu berharganya hidup meski dalam penderitaan. Penderitaan
dimaknai Yesus sebagai jalan yang harus dilalui untuk memberi kehidupan dan
keselamatan bagi umat manusia. Penderitaan-Nya dimaknai-Nya sebagai jalan
ketaatan kepada Bapa. Dalam pederitaan-Nya yang dimaknai dengan benar, Yesus
membuat hidupnya yang singkat itu begitu bermakna.
Saya tidak mau
mengatakan bahwa virus Covid-19 ini adalah kehendak Allah, meski saya tahu
bahwa virus Covid-19 pun ada atas sepengetahuan Allah. Saya hanya sedang mengajak
kita untuk meneladani Yesus supaya dengan tepat memaknai kesedihan dan kesulitan
karena Covid-19 ini. Agar kita tidak depresi, marah dan kecewa, dan melakukan
penolakan. Marilah kita beranjak hingga pada sikap menerima dan memaknai
peristiwa ini.
Dalam situsi
yang serba terbatas dan sulit ini kita dapat misalnya memaknai betapa rapuh dan
ringkihnya kehidupan dan segala asesorisnya. Disisi lain, memaknai betapa
berharganya hidup yang harus kita jaga. Betapa berharganya kesatuan hati semua
elemen bangsa ini. Dari sudut pandang relasi dengan Tuhan, Covid-19 ini bisa
kita maknai sebagai jalan untuk makin dekat pada-Nya atau sebaliknya makin jauh
dari-Nya. Saya merasakan betapa ungkapan Antonio De Mello dalam buku Mencari Allah Dalam Segala (h, 82)
"Jika orang hendak menemukan makna hidup,
mereka harus menemukannya di dalam penderitaan" menemukan kebenarannya.
Ditengah begitu
banyaknya orang yang salah memaknai pendertiaan akibat Covid-19 ini dengan
melakukan beragam kejahatan dan juga penolakan penguburan jenazah korban
Covid-19. Saya teringat tindakan seorang oknum Polisi di Sulawesi, yang konon
katanya juga adalah seorang pelayan di gereja. Dengan ketulusan dan
kecintaannya pada kemanusiaan, ia dengan rela membantu penguburan seorang
korban Covid-19. Ia memaknai kesedihan keluarga korban dan Covid-19 sebagai
ajang untuk menunjukkan cinta dan solidaritas. Hal ini rupanya diapresiasi oleh
Kapolri dan dihadiahi tiket untuk sekolah perwira polisi. Betapa ia bisa
melihat makna dibalik Covid-19 ini sembari membuat hidupnya bermakna bagi
sekelilingnya.
Oleh karena
itu, izikan saya bertanya, apakah anda sudah menemukan makna yang bisa kita
petik dari Covid-19 ini bagi kehidupan kita? dan lebih
lagi sudahkah kita membuat hidup kita bermakna satu hari ini? saya mengajak
kita untuk sembari
berusaha menerima dan memaknai kesedihan dan penderitaan
karena Covid-19 ini dengan segala dampaknya, hendaklah kita juga tetap berusaha
agar hidup kita bermakna bagi diri sendiri, sesama dan Tuhan. Mari jadikan sisa
hidup ini menjadi bagian terbaik dari hidupmu. Mari belajar dan berjalan
bersama Yesus yang senantiasa menerima dan dengan tepat memaknai peristiwa yang
dihadapi-Nya serta dengan tepat menunjukkan betapa bermaknnya kehidupan-Nya. Amin
Selamat malam selamat beristirahat. Tuhan
memberkati kita kini dan di sini. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar