Cepat dan Melambat
(Markus 8: 22-26)
Saat ini
Covid-19 seakan menguasai hidup kita. Tanpa kita sadari kita berada dalam dua
pola yang berbeda pada waktu yang sama, yaitu serba cepat dan melambat. Di satu
sisi, semua serba cepat, termasuk betapa cepatnya penyebaran Covid-19 ini,
apalagi berita tentangnya, jauh lebih cepat lagi. Di sisi yang lain, hidup kita
melambat dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, pendapatan berkurang, kegiatan
tertunda, dll. Menghadapi keduanya tentu sangat berat dan menegangkan. Hanya
menghadapi budaya yang serba instan pun kita banyak yang kelimpungan apalagi
harus menjalani hidup yang melambat dalam waktu bersamaan. Salah satu dampak
dari budaya instan ini adalah kita kehilangan daya dorong untuk berjuang, kurang
sabar menghadapi hidup, gampang putus asa. Itu sebabnya ada banyak kemarahan,
tuntutan, terikan, sungut-sungut, dll menghiasi hidup kita belakangan ini
karena kita dibuat dua kali kelimpungan.
Dalam
kondisi sulit karena Covid-19 ini, tentu ada banyak hal yang kita inginkan. Makanan,
kesembuhan, perjumpaan, bantuan, kerjasama, dll. Sebagian besar dari yang
diharapkan itu, pastinya diinginkan agar terlaksana dengan cepat. Yang melambat
dan yang cepat itu saling menarik satu sama lain. Ketika Presiden Jokowi
mengumumkan akan ada penangguhan kredit dan pembebasan biaya listrik untuk daya
tertentu. Karena ekonomi melambat, banyak orang berpikir bahwa ketika itu
diucapkan Presiden, hari itu juga akan terlaksana. Besoknya, tidak sedikit
orang pulang dari bank dengan kecewa ucapan Presiden itu belum terlakana. Mereka
lupa ada proses agar kebijakan itu bisa terlaksana.
Sikap serba
instan itu pun merasuki kehidpan rohani kita tatkala hidup kita melambat. Ketika
Covid-19 datang, kita berdoa agar itu cepat berlalu. Ketika tidak terjadi maka
Tuhan pun terkadang disalahahkan. TUHAN TIDAK DENGAR DOA KAMI. Orang Kristen,
yang berpikir instan, terpana dengan kisah-kisah penyembuhan Yesus yang
berlangsung cepat, hanya dengan satu kata, dan sembuh! Mereka akhirnya enggan
menjalani proses. Baik proses pengobatan maupun proses pencegahan. Iman baru
luar biasa ketika bisa melaksanakan sesuatu dengan cepat. Kalau tidak, maka
tidak ada iman.
Merenungkan pola
instan di tengah melambatnya hidup ini saya mengajak kita untuk melihat Firman
Tuhan yang menunjukkan bahwa Yesus tidak melulu bekerja dengan instan, seketika
dan sekejap. Ada juga kisah penyembuhan yang dilakukan Yesus dengan proses yang
panjang. Salah satu contohnya tertulis dalam Markus 8: 22-28 (Mari buka alkitab
dan baca).
Dalam kisah
ini, Yesus melakukan penyembuhan dengan bertahap. Ia memegang tangan yang buta
itu, kemudian membawanya keluar kampung, meludahi matanya, meletakkan tanganya
atasnya, bertanya: "sudakah kaulihat sesuatu?" ternyata belum
sempurna, Yesus kemudian meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu,
barulah ia sembuh benar. Kalau kita hitung ada 6 tahapan dalam penyembuhan kali
ini. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus sedang mengajar orang buta itu, dan
tentunya juga kita, untuk mau bersabar mengikuti proses dan tahapan dalam hidup
ini. Tidak usah langsung marah kalau doa kita tidak langsung mewujud. Ketika
korona tidak langsung punah. Yesus sedang mengajarkan apa yang disebut dengan
kesabaran dan penyerahan diri pada-Nya. Sang buta itu dengan sabar mengikuti
proses-Nya. Ia tidak protes ketika harus dibawa Yesus keluar kampung. Ia pun
tidak langsung kecewa ketika ludah dan sentuhan pertama Yesus tidak langsung
membuat dia sembuh sempurna. Ia mengikuti proses itu sambil berbincang dengan Yesus. Hingga akhirnya dalam perbincangan itu
sang buta itu melalui kuasa Yesus menerima kesembuhan.
Dari sini
kita belajar agar dalam masa sulit ini tidak kita hadapi hanya dengan sikap serba
cepat. Cepat bisa tetapi harus sabar dan mau mengikuti proses. Dengan kata lain,
dalam ketegangan antara cepat dan melambat, kita harus bisa menjaga
keseimbangan keduanya. JIka kita pemangku kebijakan, mari berusaha dengan cepat
melaksanakan apa yang seharusnya kita lalukan. Sebaliknya sebagai mayarakat
marilah kita belajar untuk sabar menunggu proses dan tahapan yang harus kita
lalui sambil berbincang dengan Tuhan
dalam doa dan ibadahmu. Iman kita haruslah menyakinkan kita bahwa ini akan
berlalu. Ketika ini tidak cepat berlalu bukan berarti doa tidak berfungsi dan
iman tidak ada. Selain itu marilah dengan tekun mengikuti setiap anjuran pihak
berwenang, serta melakukan apa yang bisa kita lakukan. Jangan ngeyel dan
soksokan serta mengedepankan kebenaran dan kepentingan sendiri. Pergunakan
waktu dengan baik dan buatlah hidupmu penuh makna, tanpa kemarahan, sungut
sungut dan mari saling mendoakan. Covid 19 ini bisa kita maknai untuk membangun
kembali kesabaran dan ketabahan kita di tengah budaya instan yang sempat
menghilangkannya.
Akhirnya
izinkan saya bertanya, secepat atau selambat apakah hidupmu hari ini? sudahkah
anda sabar, tekun, dan tabah menjalani hari ini? jika tidak, sembari menyadari
bahwa kita memang hidup dalam dunia yang instan atas nama efisiensi, kita mesti
ingat semua tidak lepas dari proses. Oleh karena itu, kita membutuhkan kesabaran
untuk menjalani tahap demi tahap. Allah juga sabar, maka kitapun harusnya bejar
sabar. Mari menyadari bahwa hanya orang yang bersedia menyerahkan dan memercayakan
diri pada Allahlah yang memperoleh kekuatan untuk tabah, sabar, dan tekun.
Kristus yang telah tekun menjalani penderitaan itu menjadi pengharapan bagi
kita menjalani kesulitan ini dalam ketekunan dan kesabaran. Mari berkarnya
dengan cepat sembari tetap sabar dan tekun menjalani kehidupan. Amin.
Note:
Sebagai
bagian dari proses melawan Covid 19. Setelah menyalurkan sembako untuk 70 KK
hari minggu lalu. Paling lambat besok bersamaan dengan acara kebaktian para
penatua akan membagikan 3 masker kain per keluarga. Masker diproduksi oleh
warga jemaat kita yang berprofesi sebagai penjahit. Pastikan tidak ada satu
keluarga pun dari warga jemaat kita yang tidak memperoleh masker ini. Jangan
lupa mengucapkan terimakasih pada para penatua yang mengantar ke rumah kita.
Selamat malam, selamat beristirahat, Tuhan memberkati
kita, kini dan di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar