Minggu, 31 Mei 2020

Menundukkan diri dibawah kehendak Allah


Menundukkan diri dibawah kehendak Allah
(Luk. 22:42)
Di tengah kondisi yang kita hadapi saat ini, dalam setiap arahan pihak berwenang senantiasa diikuti dengan anjuran untuk berdoa. Bahkan gerakan doa bersama sudah dikumandangkan di seluruh dunia. Berdoa secara teknis, kelihatannya sangat mudah. Di sekolah minggu kita diajari melipat tangan, tutup mata, tunduk kepala lalu kemudian berbicara. Berbicara dalam hati atau dengan mulut kepada Tuhan. Akan tetapi doa memang bukan selalu soal teknis. Doa juga berkaitan dengan hati yang melandasi dan konsekuensi yang mengikutinya. Itu sebabnya ada banyak orang yang kesulitan berdoa dan memahami doa. Doa sering dilihat sebagai tumpukan permohonan yang harus dijawab oleh Tuhan. Keinginan dan kehendak kita menjadi pusat utama, sehingga doa sering seakan memaksa Tuhan untuk melakukan dan memenuhi kemauan dan tumpukan permohonan sipendoa. Hal ini sering membuat orang jatuh pada kekecewaan dan selanjutnya berhenti berdoa ketika permintaanya tidak segera dijawab. Ambil contoh, sudah berapa lama kita berdoa agar Covid-19 ini berlalu? dua bulan! Ada banyak orang yang berhenti berdoa karena merasa tidak ada gunannya, toh pandemi ini belum berlalu.
Oleh karena itu, penting kiranya memahami makna doa dalam hidup di minggu Rogate ini. Pertama-tama kita harus mengerti bahwa doa adalah sarana untuk membawa diri kita kepada Tuhan untuk tunduk, takjub akan kasih dan kuasa-Nya. Doa berpusat pada Tuhan dan kehendak-Nya sekaligus sebagai bentuk pengakuan kita akan kedaualatan Tuhan, bahwa Tuhan sumber kehidupan kita. Dengan demikian, doa bukan alat untuk menundukkan Allah melakukan kehendak kita. Tetapi sebaliknya menolong kita untuk tunduk dan mampu hidup dalam kehendak Allah.
Berbicara tentang doa yang sedemikian, saya mengajak kita merenugkan doa Yesus di Getsemani "Ya Bapaku, jikalau Engkau mau ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakku, melainkan kehendaMulah yang terjadi" (Lukas 22: 42). Doa ini dipanjatkan Yesus  saat hari penyesahan dan penyalipan-Nya telah dekat. Doa di saat kondisi sangat menegangkan bahkan menyesakkan. Bayangkan anda tahu beberapa saat lagi anda akan disiksa dan mati disalibkan. Bukankah itu menyesakkan? Semua orang dalam kodisi demikian tentu menginginkan agar Tuhan meluputkannya. Yesus juga demikian, tetapi Ia tidak memaksa kehendak-Nya. Yesus menyerahkan diri dan hidup-Nya kepada kedaulatan Bapa.
Memang, kesesakan sering sekali memaksa seseorang menjadi panik dan menempatkan iman pada keadaan bukan pada Tuhan. Akan tetapi, Yesus berbeda. William Barclay menyebut "Yesus pergi ke Getsemane dalam kesenggaraan akan tetapi keluar dari sana dengan kemenangan dan ketenangan dalam jiwa-Nya karena Ia telah berbicara dengan Tuhan". Doa adalah sarana dimana kita bisa tenang saat kondisi sedang tegang! Sebab doa adalah sumber penghiburan dan kekuatan. Doa Yesus ini menjadi contoh yang sempurna bahwa doa bukan untuk memaksa Allah. Sekaligus contoh ketertundukan penuh pada kehendak Allah bahkan saat permintaan Yesus tidak dikabulkan Allah. Allah melaksanakan kehendak-Nya dan Yesus menerimana dengan tunduk tanpta protes. Ia mengajari kita dalam kondisi sebarat apapaun untuk tetap tunduk pada kehendak Allah. Ketika Yesus mengatakan "Kehendakmulah yang terjadi" itu berarti Ia mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ia menaklukkan Diri kepada kasih yang tidak akan pernah membiarkan Ia pergi. Dengan menundukkan diri pada kehendak Allah, Yesus tidak saja melepaskan diri dari penderitaan. Lebih dari itu, Ia menyelamatkan umat manusia dari kelamnya dosa dan maut.
Saya teringat kisah hidup Pdt. Sularso Sopater yang beliau tulis sendiri dalam artikel berjudul "Berdoa dengan Iman Kanak Kanak". Beliau, yang pernah duduk sebagai ketua PGI, mengisahkan bahwa ia bersama Istri harus hidup bersama dengan anaknya yang cacat. Hal itu tentu tidak pernah mereka harapkan. Mengenang itu beliau menuturkan: "kami hidup dengan suatu doa yang tidak terkabul, dalam arti doa-doa kami untuk kepulihan anak kami seperti yang kami inginkan-doa yang kami panjatkan berlama lama dengan linangan air mata- ternyata tidak dijawab Tuhan. Anak kami tetap cacat, dan kami harus menerima kenyataan itu, tanpa "marah" pada Tuhan. Kami belajar dan terus menerus belajar untuk menerima kehendak-Nya, sambil tetap menyakini pemeliharaanNya". Kemudian  dalam keyakinan akan pemeliharaan Tuhan, beliau mengatakan bahawa dalam hidupnya ada banyak doa mereka yang terkabul. Sungguh beliau meneladani Yesus.
Menyerahkan segala keinginan kita kepada Allah memang tidak mudah, dan hikmat-Nya bisa jadi sulit dimengerti dalam momen-momen yang sulit seperti yang kita hadapi karena Covid-19 ini. Akan tetapi, marilah kita belajar dari Yesus dan Pdt. Sopater dengan terus menerus belajar untuk menerima kehendak Allah dan senantiasa menyakini pemeliharan-Nya dalam hidup ini. Meski kondisi sulit karena Covid-19 sulit kita pahami, mari menerimanya dan melakukan aktivitas hidup kita dalam keyakinan akan kasih dan pemeliharaan Allah. Dalam keyakinan yang demikian kiranya kita dapat dengan tenang menghadapi serta melewati kesulitan ini sebagai pemenang. 
Akhirnya, sudahkah anda menyerahkan hidupmu kepada kehandak Allah dalam doa hari ini? Mari menjadi pendoa sejati yang tetap berdoa meski kehendak dan permohoan kita tidak atau belum dikabulkan Allah. Mengutip ungkapan Pdt. Sopater, Ingatlah, "banyak doa tak terkabul, tetapi, para pendoa tidak jemu-jemu berseru kehadirat Bapa pengasih dalam ketidakberdayaan, namun dengan keyakinan kukuh!" Selamat berdoa dan tunduk pada kehendak Allah. Percayalah, menyerahkan diri secara total kepada Tuhan akan memberi kekuatan dan kesiapan dalam menghadapi semua tantangan. Selamat berdoa dan menemukan kekuatan dan penghiburan di tengah kerasnya kehidupan.
Selamat malam, selamat beristirahat, Tuhan memberkati kita kini dan di sini. Amen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar