Menundukkan diri dibawah kehendak Allah
(Luk. 22:42)
Di tengah
kondisi yang kita hadapi saat ini, dalam setiap arahan pihak berwenang
senantiasa diikuti dengan anjuran untuk berdoa. Bahkan gerakan doa bersama
sudah dikumandangkan di seluruh dunia. Berdoa secara teknis, kelihatannya
sangat mudah. Di sekolah minggu kita diajari melipat tangan, tutup mata, tunduk
kepala lalu kemudian berbicara. Berbicara dalam hati atau dengan mulut kepada
Tuhan. Akan tetapi doa memang bukan selalu soal teknis. Doa juga berkaitan
dengan hati yang melandasi dan konsekuensi yang mengikutinya. Itu sebabnya ada
banyak orang yang kesulitan berdoa dan memahami doa. Doa sering dilihat sebagai
tumpukan permohonan yang harus dijawab oleh Tuhan. Keinginan dan kehendak kita
menjadi pusat utama, sehingga doa sering seakan memaksa Tuhan untuk melakukan dan
memenuhi kemauan dan tumpukan permohonan sipendoa. Hal ini sering membuat orang
jatuh pada kekecewaan dan selanjutnya berhenti berdoa ketika permintaanya tidak
segera dijawab. Ambil contoh, sudah berapa lama kita berdoa agar Covid-19 ini
berlalu? dua bulan! Ada banyak orang yang berhenti berdoa karena merasa tidak
ada gunannya, toh pandemi ini belum berlalu.
Oleh karena
itu, penting kiranya memahami makna doa dalam hidup di minggu Rogate ini.
Pertama-tama kita harus mengerti bahwa doa adalah sarana untuk membawa diri
kita kepada Tuhan untuk tunduk, takjub akan kasih dan kuasa-Nya. Doa berpusat
pada Tuhan dan kehendak-Nya sekaligus sebagai bentuk pengakuan kita akan kedaualatan
Tuhan, bahwa Tuhan sumber kehidupan kita. Dengan demikian, doa bukan alat untuk
menundukkan Allah melakukan kehendak kita. Tetapi sebaliknya menolong kita
untuk tunduk dan mampu hidup dalam kehendak Allah.
Berbicara
tentang doa yang sedemikian, saya mengajak kita merenugkan doa Yesus di
Getsemani "Ya Bapaku, jikalau Engkau
mau ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakku, melainkan
kehendaMulah yang terjadi" (Lukas 22: 42). Doa ini dipanjatkan Yesus
saat hari penyesahan dan penyalipan-Nya telah dekat. Doa di saat kondisi
sangat menegangkan bahkan menyesakkan. Bayangkan anda tahu beberapa saat lagi
anda akan disiksa dan mati disalibkan. Bukankah itu menyesakkan? Semua orang
dalam kodisi demikian tentu menginginkan agar Tuhan meluputkannya. Yesus juga
demikian, tetapi Ia tidak memaksa kehendak-Nya. Yesus menyerahkan diri dan
hidup-Nya kepada kedaulatan Bapa.
Memang, kesesakan
sering sekali memaksa seseorang menjadi panik dan menempatkan iman pada keadaan
bukan pada Tuhan. Akan tetapi, Yesus berbeda. William Barclay menyebut "Yesus pergi ke Getsemane dalam kesenggaraan
akan tetapi keluar dari sana dengan kemenangan dan ketenangan dalam jiwa-Nya
karena Ia telah berbicara dengan Tuhan". Doa adalah sarana dimana kita
bisa tenang saat kondisi sedang tegang! Sebab doa adalah sumber penghiburan dan
kekuatan. Doa Yesus ini menjadi contoh yang sempurna bahwa doa bukan untuk
memaksa Allah. Sekaligus contoh ketertundukan penuh pada kehendak Allah bahkan
saat permintaan Yesus tidak dikabulkan Allah. Allah melaksanakan kehendak-Nya
dan Yesus menerimana dengan tunduk tanpta protes. Ia mengajari kita dalam
kondisi sebarat apapaun untuk tetap tunduk pada kehendak Allah. Ketika Yesus mengatakan
"Kehendakmulah yang terjadi" itu
berarti Ia mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ia menaklukkan Diri
kepada kasih yang tidak akan pernah membiarkan Ia pergi. Dengan menundukkan
diri pada kehendak Allah, Yesus tidak saja melepaskan diri dari penderitaan.
Lebih dari itu, Ia menyelamatkan umat manusia dari kelamnya dosa dan maut.
Saya
teringat kisah hidup Pdt. Sularso Sopater yang beliau tulis sendiri dalam
artikel berjudul "Berdoa dengan Iman
Kanak Kanak". Beliau, yang pernah duduk sebagai ketua PGI, mengisahkan
bahwa ia bersama Istri harus hidup bersama dengan anaknya yang cacat. Hal itu
tentu tidak pernah mereka harapkan. Mengenang itu beliau menuturkan: "kami hidup dengan suatu doa yang tidak
terkabul, dalam arti doa-doa kami untuk kepulihan anak kami seperti yang kami
inginkan-doa yang kami panjatkan berlama lama dengan linangan air mata- ternyata
tidak dijawab Tuhan. Anak kami tetap cacat, dan kami harus menerima kenyataan
itu, tanpa "marah" pada Tuhan. Kami belajar dan terus menerus belajar
untuk menerima kehendak-Nya, sambil tetap menyakini pemeliharaanNya". Kemudian
dalam keyakinan akan pemeliharaan Tuhan,
beliau mengatakan bahawa dalam hidupnya ada banyak doa mereka yang terkabul.
Sungguh beliau meneladani Yesus.
Menyerahkan
segala keinginan kita kepada Allah memang tidak mudah, dan hikmat-Nya bisa jadi
sulit dimengerti dalam momen-momen yang sulit seperti yang kita hadapi karena Covid-19
ini. Akan tetapi, marilah kita belajar dari Yesus dan Pdt. Sopater dengan terus
menerus belajar untuk menerima kehendak Allah dan senantiasa menyakini
pemeliharan-Nya dalam hidup ini. Meski kondisi sulit karena Covid-19 sulit kita
pahami, mari menerimanya dan melakukan aktivitas hidup kita dalam keyakinan
akan kasih dan pemeliharaan Allah. Dalam keyakinan yang demikian kiranya kita
dapat dengan tenang menghadapi serta melewati kesulitan ini sebagai
pemenang.
Akhirnya,
sudahkah anda menyerahkan hidupmu kepada kehandak Allah dalam doa hari ini? Mari
menjadi pendoa sejati yang tetap berdoa meski kehendak dan permohoan kita tidak
atau belum dikabulkan Allah. Mengutip ungkapan Pdt. Sopater, Ingatlah, "banyak doa tak terkabul, tetapi, para
pendoa tidak jemu-jemu berseru kehadirat Bapa pengasih dalam ketidakberdayaan,
namun dengan keyakinan kukuh!" Selamat berdoa dan tunduk pada kehendak
Allah. Percayalah, menyerahkan diri secara total kepada Tuhan akan memberi
kekuatan dan kesiapan dalam menghadapi semua tantangan. Selamat berdoa dan
menemukan kekuatan dan penghiburan di tengah kerasnya kehidupan.
Selamat
malam, selamat beristirahat, Tuhan memberkati kita kini dan di sini. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar