Kamis, 14 Mei 2020

Pembawa Tilam Membongkar Atap


Pembawa Tilam Membongkar Atap
Lukas 5: 18-20+24-25
Tidak bisa kita pungkiri bahwa Covid-19 banyak mengerus kemampuan ekonomi hingga banyak yang kelimpungan bahkan ada yang "lumpuh". Dua hari lalu, saya melihat berita seorang bapak harus menjual hp rusak miliknya untuk membeli beras karena keluarganya kelaparan. Kelumpuhan ekonomi ini, bisa berdampak pada kelumpuhan semangat, iman dan berakhir dengan kelumpuhan hidup. Memang hal seperti itu belum terjadi di daerah kita ini, tetapi keluhan demi keluhan akan sulitnya hidup semakin sering terdengar. Para pedagang baju, ulos, sepatu, dll mengeluh karena tidak laku. Petani mengeluh karena harga anjlok. Peternak mengeluh, karena babi dan kerbau tidak laku sebab pesta dan ulaon saur matua tidak ada. Anak-anak sekolah mengeluh karena tidak semua punya paket internet, dll. Keluhan-keluhan ini bisa saja akan berujung pada "kelumpuhan" jika tidak diatasi dengan baik. Paling tidak kelumpuhan semangat dan spiritualitas.
Merenung tentang kelumpuhan saya mengajak kita untuk belajar dari kisah dalam Alkitab bagaimana menyikapinya sebagai umat dan komunitas beriman. Saya mengajak kita membaca Lukas 5: 18-20+24-25 (Mari buka Alkitab anda dan membacanya)
Teks ini adalah bagian dari kisah orang lumpuh disembuhkan. Ketika Yesus mengajar di suatu rumah, ada orang banyak berkerumun mendengar Dia. Saking banyaknya, pintu masuk pun tertutup dengan manusia. Pada sat itu, ada beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya dihadapan Yesus (ay. 18). Tapi karena pintu tertutup manusia, mereka tidak bisa masuk. Dalam imajinasi saya, mereka hampir putus asa. Tetapi salah satu dari mereka berseru: "kita belum mencoba semuanya". "Kita belum mencoba atapnya". Meski tidak biasa, usul yang kreatif itu mereka lakukan. Dengan susah payah para pengusung tilam naik dan  membongkar atap. Janganlah kita membanyangkan bahwa atap itu sama seperti atap kita saat ini. Pada masa itu, atap terdiri dari lapisan lumpur yang dikeringkan dan mengeras. Mereka menggali, menarik, berkeringat dan berusaha keras membuat celah yang cukup besar. Saya bisa membanyangkan betapa jengkelnya orang banyak yang berada di bawah atap itu. Mereka merasa terganggu bukan hanya dengan suara berisik, tetapi lebih pada debu-debu yang beterbangan karena atap lumpur itu dibongkar.
Keriuhan dan penolakan orang banyak itupun tidak menyurutkan para pembawa tilam. Mereka terus bekerja sampai akhirnya celah itu bisa memasukkan tilam temannya yang lumpuh. Setelah itu, mereka menurunkan tilam si lumpuh ke tengah-tengah orang banyak itu tepat di depan Yesus (ay.19). Hasilnya apa? Silumpuh disembuhkan oleh Tuhan Yesus karena iman dan kerja keras mereka (ay. 20, 24-25). Selain itu, mereka membawa perubahan besar pada orang banyak yang hadir pada saat itu. Buah dari iman dan kegigihan mereka adalah kesembuhan si lumpuh dan ketakjuban orang banyak.
Sungguh usaha mereka menggambarkan Iman pada Yesus. Iman bahwa hanya Yesus yang bisa menyembuhkan teman mereka yang lumpuh. Iman mereka itu mewujud dalam cinta yang besar pada sang lumpuh. Cinta yang tidak membiarkannya berada dalam kelumpuhan terus menerus. Iman yang mewujud dalam kreatifitas dan kegigigihan yang tidak mau menyerah meski pintu dan jalan yang satu tertutup. Iman yang mewujud dalam ketabahan, kerja keras, serta keberanian.
Di tengah kelumpuhan yang terjadi dan sebelum itu terjadi dibutuhkan iman dan cinta kasih yang besar diantara umat beriman. Membawa sesama pada Yesus dan kehidupan. Teks kita mengingatkan bahwa membawa orang pada Yesus adalah usaha membawa orang pada kesembuhan dan kehidupan. Membawa orang pada Yesus adalah usaha untuk membuat perubahan dan ketakjuban orang banyak. Dalam kondisi sulit karena covid ini, ibadah dan iman kita tidak cukup lagi hanya berkutat pada ritus saja tetapi mewujud dalam kehidupan sehari-hari. Membawa orang-orang lumpuh secara ekonomi, lumpuh semangat, dll pada kehidupan!. Saya beberapa kali menyebut ora et labora: bekerja sambil berdoa dan Laborare est orare: bekerja adalah berdoa harus digabung sebagai satu kesatuan dalam gerak kehidpan ini. Sebab membawa sesama pada Tuhan tidak cukup hanya dalam doa, tetapi juga dalam aksi dan keberanian serta kreativitas membantu mereka untuk tetap hidup dan memperoleh "kesembuhan" yakni berjalan kembali dengan kedua kakinya dalam kemandirian.
Beriman tidak lagi cukup hanya menyelamatkan diri sendiri tetapi peduli dan menoleh pada sesama. Tidak lagi sibuk dengan urusan diri sendiri baik dalam hal iman atau perut kita sendiri. Mari melangkah bersama Tuhan mengangkat tilam sesama kita. Untuk itu dibutuhkan cinta yang besar, kreativitas, kegigihan, ketabahan dan keberanian untuk bertindak keluar dari pintu pintu yang kelihatannya sudah tertutup dan menemukan cara yang lain meski itu terlihat bukan ide dan pemikiran yang biasa. Memang dalam situasi yang serba tidak biasa yang kita hadapi ini, diperlukan pemikiran dan karya yang tidak biasa.
Dimanakah posisi kita hari ini? pembawa tilamkah atau tilam kita yang di bawa? Kiranya tidak ada diantara kita yang akan "lumpuh" karena Covid ini. Jika pun ada saya melihat begitu banyak pembawa tilam dan membongkar atap di jemaat kita ini. Sebagai pembawa tilam hidup kita bisa bermakna pada diri sendiri, orang lain, dan juga Tuhan. Jika hidup anda sudah "lumpuh" dan "tergeletak di tilam mu", sekali lagi tetaplah beriman dan berpengharapan bahwa Allah peduli dan akan ada banyak orang yang mau menganggkat "tilam" anda. Membawa anda kepada Tuhan dan kehidupan dalam kasih dan kerelaan berkorban. Sebagai komunitas beriman kita mesti belajar untuk menyakini bahwa kita akan mendapat pertolongan dari Tuhan melalui saudara-saudara kita. Tetaplah tabah, Tuhan akan menolong! Amin.
Selamat malam, selamat beristirahat dan Tuhan memberkati kita kini dan disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar